Peneliti, masyarakat, turis, dan pemerintah mulai bersiap menyambut Gerhana Matahari total, 9 Maret 2016. Gerhana Matahari
adalah fenomena langka yang jadi buruan manusia sejak dulu. Kali ini
istimewa karena wilayah daratan yang dilalui gerhana total hanya
Indonesia.
Jalur totalitas gerhana membentang dari Samudra India hingga utara
Kepulauan Hawaii, Amerika Serikat. Jalur gerhana itu selebar 155-160
kilometer dan terentang sejauh 1.200-1.300 kilometer, yang kali ini
melintasi 12 provinsi di Indonesia.
Provinsi-provinsi itu adalah Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi,
Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung. Selain itu, semua provinsi di
Kalimantan (kecuali Kalimantan Utara), Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah,
dan Maluku Utara juga dilintasi. Namun, tidak semua daerah di provinsi
itu dilintasi jalur totalitas gerhana.
"Lama Gerhana Matahari
total (GMT) di Indonesia 1,5-3 menit," kata Kepala Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin, di Jakarta, Jumat
(15/1).
Di pusat jalur gerhana, gerhana total terpendek terjadi di Seai,
Pulau Pagai Selatan, Sumatera Barat, selama 1 menit 54 detik dan
terpanjang di Maba, Halmahera Timur, Maluku Utara, selama 3 menit 17
detik.
Totalitas gerhana terlama terjadi di satu titik di atas Samudra Pasifik di utara Papua Niugini selama 4 menit 9 detik.
Pada Rabu, 9 Maret 2016, gerhana terjadi pagi hari bersamaan dengan
perayaan hari raya Nyepi. Di wilayah Indonesia barat, gerhana mulai
pukul 06.20 WIB, sedangkan di Indonesia tengah dan timur pukul 07.25
Wita dan 08.35 WIT. Fase GMT rata-rata terjadi satu jam kemudian.
Selama GMT, piringan Matahari tertutup penuh oleh piringan Bulan dan
hanya menyisakan cahaya korona atau bagian atas atmosfer Matahari. "Hari
yang terang akan berubah seperti senja untuk sesaat," kata Thomas.
Di luar daerah yang dilintasi jalur totalitas gerhana akan mengalami Gerhana Matahari
sebagian (GMS). Daerah yang mengalami GMS akan melihat Matahari
berbentuk sabit. "Seluruh wilayah Indonesia, di luar yang mengalami GMT,
akan mengalami GMS," lanjutnya.
Peneliti menyebar
Fenomena alam langka itu diburu peneliti dan wisatawan. Data
sementara, peneliti Lapan serta Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional
AS (NASA) akan mengamati GMT di Maba. Tim Lapan juga akan mengamati di
Ternate, Maluku Utara.
Tim Program Studi Astronomi ITB dan Observatorium Bosscha ITB
tersebar di sejumlah wilayah. Sejumlah peneliti yang tergabung dalam
Universe Awareness (Unawe) Indonesia akan melihat GMT di Poso, Sulawesi
Tengah. Sebagian lagi akan meneliti di Tanah Grogot, Kalimantan Timur,
dan Belitung, Bangka Belitung.
Adapun peneliti Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG),
peneliti Korea Selatan, dan Himpunan Astronomi Amatir Jakarta mengamati
gerhana di Palu, Sulteng, dan sekitarnya. Jumlah peneliti asing bisa
bertambah mengingat sebagian masih mengajukan izin penelitian.
"Tim BMKG akan meneliti variasi medan magnet Bumi dan anomali
gravitasi Bumi selama gerhana," ujar Kepala Pusat Seismologi Teknik
Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG Jaya Murjaya dalam peluncuran
Hitung Mundur GMT 2016, Kamis (14/1).
Kepala Observatorium Bosscha ITB Mahasena Putra mengatakan, sejumlah
peneliti yang tersebar di beberapa daerah itu berencana menyiarkan
langsung GMT melalui fasilitas live streaming sehingga totalitas gerhana
tetap bisa dinikmati masyarakat di daerah lain.
Selain kegiatan ilmiah, peneliti, komunikator astronomi, dan astronom
amatir itu juga akan mengadakan berbagai kegiatan edukasi publik,
mengajak menikmati GMT dengan aman. Lalu, menjadikannya sebagai
peristiwa budaya yang menyenangkan.
"GMT adalah fenomena alam yang istimewa, belum tentu anak cucu kita
akan mengalaminya," kata Premana W Premadi dari Unawe Indonesia.
Pemerintah daerah pun bersiap. Menurut Deputi Bidang Pengembangan
Pemasaran Pariwisata Nusantara Kementerian Pariwisata Esthy Reko Astuti,
berbagai kegiatan pendukung menjelang hingga sesudah gerhana disiapkan.
(MZW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar